Jumat, 23 November 2012

PKN - Orde baru


Landasan Struktural. Orde baru adalah suatu tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan Negara yang diletakkan pada meurnian pelaksanaaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 atau koreksi terhadap penyelewengan di masa Orde Lama dan menyusun kembali kekuataan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat proses pembangunan bangsa. Tujuannya adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat. Sedangkan landasan structural dari Orde Baru meliputi:

(a) Landasan idiil adalah Pancasila.

(b) Landasan Konstitusional adalah Undang-undang Dasar 1945.

(c) Landasan Operasional adalah Tap Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)/ Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR) yang antara lin meliputi:

(1)Tap No. IX/ MPRS/1966 tentang pengukuhan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966).

(2) Tap No. XXV/MPR)1966 tentang pelarangan faham komunis di Indonesia.


(3) Tap No. XX/MPR/1966 tentang tertib hukum berdasarkan Pancasila.

(4) Tap No. XII/MPR/1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera.

(5) Tap No.XXIII/MPR/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintah Presiden Soekarno dan pengangkatan Letjen Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.

(6) Tap NomXLI/MPR/1968 tentang pembentukan Kabinet Pembangunan.

II) Pembentukan Pemerintahan Orde Baru. Atas dasar Tap No.XIII/MPRS/1966, maka pada tanggal 15 Juli 1966 Jenderal Soeharto membentuk Kabinet Ampera. Tugas pokoknya disebut Dwi Dharma yaitu stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. sedangkan programnya disebut Catur Karya, yaitu:

(1) Memperbaiki kehidupan rakyat di bidang sandang dan pangan.

(2) Melaksanakan Pemilihan Umum.

(3) Melaksanakan Politik Luar negeri bebas dan aktif untuk kepentingan nasional.

(4) Melanjutkan perjuangan anti imperalisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.

Sementara itu dengan situasi politik yang kacay dan sulit dikendaliakan, akhirnya Presiden Soekarno secara resmi menyerahkan kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia kepada jenderal Soeharto sebagai pengemban Supersemar. Kemudian tanggal 7-12 Maret 1967 Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melaksanakan sidang Istimewa di Jakarta dengan pertimbangan bahwa:

1) Keseluruhan Presiden Presiden Soekarno pada tanggal 22 Juni 1966 yang berjudul “Nawaksara” dan Surat Presiden Soekarno pada tanggal 10 Januari 1967 yang berjudul “Pelengkap Nawaksara” tidak memuat secara jelas pertanggungjawaban Presiden mengenai Pemberontakan Gerakan 30 September/ Partai Komunis Indonesia serta epilognya, kemunduran ekonomi dan kemerosotan akhlak.

2) Presiden telah menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pengembang Supersemar.

3) Berdasarkan laporan Pangkopkamtib/ Pengemban Supersemar, terdapat petunjuk bahwa Presiden Soekarno melakukan kebijakan yang secara tidak langsung menguntungkan Gerakan 30 September/ Partai Komunis Indonesia dan melindungi tokoh-tokoh Gerakan 30 September/PKI.

Dalam sidang Istimewa tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengeluarkan Tap No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Setahun kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPRS) mengeluarkan Tap No. XLI/MPRS/1968, tanggal 27 Maret 1968 Jenderal Soeharto diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan dibentuklah Kabinet Pembangunan. Tugas dan Program Kabinet Pembangunan disebut Pancakrida, yaitu:

(1) Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi.

(2) Menyusun dan melaksanakan Repelita.

(3) Melaksanakan Pemilihan Umum.

(4) Mengembalikan keamanan dan ketertiban masyarakat.

(5) Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan aparatur Negara.

III) Penataan Stabilitas Politik dan Ekonomi

a) Penataan Stabilitasi Politik

1) Politik dalam Negeri

(a) Melaksanakan Pemilihan Umum Tahun 1971. Pada tanggal 3 Juli 1971 diselenggarakan Pemilihan Umum dengan asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah Tingkat Pertama (DPRD TK I), Dewan Perwakilan Daerah Tingkat Kedua (DPRD TK II). Pemilihan Umum tanggal 3 Juli 1971 tersebut diikuti oleh 10 peserta yang terdiri dari 9 partai politik dan 1 golongan karya. Dalam pemilihan umum tersebut, Golongan Karya (GOLKAR) memperoleh kemenangan mutlak dengan jumlah 236 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemudian diikuti Partai Nahdatul Ulama (Partai NU) sebanyak 58 kursi dan Parmus sebanyak 24 kursi. Kemenangan Golongan Karya (GOLKAR) dalam pemilihan Umum tahun 1971 mengindikasi dua hal yaitu; pertama, monoloyalitas Pegawai Negara Sipil yang menjadi penyumbang suara terbesar bagi kemenangan Golongan Karya (GOLKAR), kedua, adanya kekuatan Golongan Karya (GOLKAR) yang telah mengakar kuat di masyarakat. Kekuatan itu terbangun berkat adanya operasi penumpasan kekuatan komunis yang dilakukan oleh Sekber Golongan Karya (GOLKAR) bersama dengan militer dan masyarakat di era tahun 1965-an.

(b) Melakukan penyederhanaan partai politik (berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang penyederhanaan partai politik), maka fusi partai politik menghasilkan komposisi sebagai berikut

(1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) didirkan pada tanggal5 Januari 1973 yang dipimpin oleh H. M. S. Mintaredjaa, SH. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari Partai Nahdatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Indonesia (Perti).

(2) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) didirkan pada tanggal 11 Januari 1973 yang dipimpin oleh Mohammad Isneni. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan fusi dari Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Ikatan pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan Partai Murba.

(3) Kelompok Golongan Karya (GOLKAR) yang terdiri dari berbagai organisasi profesi.

(c) Menerapkan Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Atas dasar latar belakang historis bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tentara pejuang dan penjuang tentara, maka pada masa orde baru, Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki peran ganda yang disebut Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yaitu peran sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan serta peranannya sebagai social politik. Oleh karenaa dalam Pemilihan Umum 1971 Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak mempunyai hak pilih, Tentara Nasional Indonesia (TNI) diberi jatah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melalui pengangkatan. Dalam prakteknyaa, pengangkatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam lembaga legislative tersebut bukan semata kepentingan politik saja, tetapi lebih didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.

2) Politik Luar Negeri:

(a) Hubungan Republik Indonesia dengan Malaysia. Menghentikan politik konfrontasi dengan Malaysia dengan melakukan normalisasi hubungan Republik Indonesia dengan Malaysia melalui penandatanganan Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei 1966 sampai dengan 1 Juni 1966 antara Menteri Luar Negeri Indonesia yakni Adam Malik dengan Menteri Luar Negeri Malaysia yakni Tun Abdul Razak di Bangkok, Thailand. Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan “Jakarta Accord” tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta.

(b)Hubungan Republik Indonesia dengan Singapura. Melalui jasa baik Duta Besar Pakistan untuk Birma (Myanmar) Habibur Rachman, Pemerintahan Republik Indonesia menyampaikan Nota Pengakuan terhadap Republik Singapura. Nota Pengakuan Republik Indonesia menyampaikan Nota Pengakuan Republik Indonesia disampaikan kepada Perdana Menteri Singapura Lee Kwan Yew pada tanggal 2 Juni 1966. Kemudian Singapura menyampaikan nota jawaban kesediaan Singapura untuk mengadakan hubungan diplomatic.

(c) Hubungan Negara Asia Tenggara. Pada masa Orde Lama, tepatnya tanggal 7 Januari 1965 Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-bangsa. Sejak Orde Baru memerintah, tepatnya tanggal 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa. Bahkan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yakni Adam Malik terpilih sebagai Ketua Sidang Malis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa dalam sidang Tahun 1974.

(d) Hubungan dengan Negara Blok Timur. Hubungan Indonesia dengan Negara blok Timur terasa dingin setelah terjadi pemberontakan Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (PKI), lebih-lebih setelah Partai Komunis Indonesia (PKI) dinyatakan pemerintah sebagai partai terlarang. Khususnya terhadap Republik Rakyat Cina yang dinilai menjadi pendukung Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (PKI) hubungannya dibekukan. Kemudian Republik Indonesia melakukan hubungan baik dengan Republik Taiwan (tandingan Republik Rakyat Cina) sebatas kerjasama dalam bidang ekonomi.

(e) Hubungan dengan Negara Barat. Hubungan dengan Negara Barat diaktifkan kembali. Setelah Negara Barat bergabung dalam IGGI ( Intergovernmental Group on Indonesia atau bantuan dana dari Negara Barat) atas prakarsa Amerika Serikat, yang beranggotakan Negara seperti: Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Perancis, Jerman Barat, Australia, Inggris dan Jepang. IGGI bersedia membantu Indonesia dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar